Senin, 31 Desember 2012

Paradigma Pembangunan Desa Dalam Pemanfaatan Potensi Potensi dan Asset Desa Melalui Pengembangan Badan Usaha Milik Desa


Oleh : Iwan Mulyana (imul)

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas batas wilayah, yang berwenang  mengurus  dan mengatur kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sumber sumber pendapatan desa berdasarkan PP Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa Pasal 68 sebagai berikut :

 (1)    Sumber pendapatan desa terdiri atas :
a.        pendapatan asli desa, terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah;
b.       bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 1.0% (sepuluh per seratus) untuk desa dan dari retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan bagi desa;
c.        bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus), yang pembagiannya untuk setiap Desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa;
d.       bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan;
e.        hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.
(2)     Bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d disalurkan melalui kas desa.
(3) Sumber pendapatan desa yang telah dimiliki dan dikelola oleh desa tidak dibenarkan diambil alih oleh pemerintah atau pemerintah daerah.

Tiga pilar desa sebagai pengendali kebijakan dalam mendongkrak kemajuan yaitu Pemerintah Desa/Kepala Desa dan Aparat Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) melakukan sinergis dalam mengolah potensi-potensi dan pembangunan desa melalui arah kebijakan yang jelas disepakati  dan dituangkan dalam krangka tekhnis berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam satu kurun waktu pemerintahan yaitu enam tahun, dapat dideskripsi dan diprediksi bahwa program-program apa saja yang akan dilaksanakan itu, tertuang dalam Visi Misi Desa serta Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Menengah dan Pendek desa, memiliki kejelasan bidang-bidang garapan pembangunan selama satu kurun waktu tersebut.

Kandungan yang dituangkan baik dalam Visi Misi Desa, RPJP, RPJM dan RKP Desa tentunya akan memperhatikan beberapa point dasar pendukung dalam perumusan kebijakan, point tersebut adalah sebagai berikut :
1.       Landasan Hukum Pemerintahan Desa yang terdiri dari :
a.        Pancasila sebagai palsafah bangsa (Landasan Ideal)
b.       Undang Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945
c.        Undang Undang
d.       Peraturan Pemerintah
e.        Permendagri
f.         Peraturan Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota
g.        Peraturan-peraturan lain yang berlaku.   
2.       Pemetaan kewilayahan, luas dan batas batas wilayah, struktur kemasyarakatan dan jumlah penduduk, potensi-potensi desa dan sarana prasarana baik sarana prasarana sosial/umum, maupun sarana dan prasarana desa itu sendiri.
3.       Daya dukung terhadap kemajuan desa seperti asset-asset desa yang tersedia dan lain sebagainya.
4.       Kebutuhan secara makro, ketidak tersediaan apa-apa yang dibutuhkan oleh masyarakatnya maupun yang dibutuhkan dalam pembangun desa tersebut.
5.       Kultur serta kebiasaan-kebiasaan yang timbul dan tumbuh berkembang dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat tersebut, baik dalam sisi bagaimana masyarakat tersebut memperoleh penghasilan, berkeluarga, berkelompok dan berorganisasi, melangsungkan kehidupan beragama dan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
6.       Sarana pendidikan dan kesehatan yang tersedia.
7.       Keterjangkauan, pengkoordinasian, akses jalan dan transportasi
8.       Lingkungan Hidup, ketertiban, keindahan, kebersihan dan kesehatan lingkungan.
9.       Media informasi dan tekhnologi.

Penguasaan tata kerja yang teridentifikasi dan terurai sesuai peraturan dan kebijakan yang dijalankan cenderung dapat dilaksanakan dengan baik, dalam arti pemanduan yang dilakukan secara normatif dapat dikuasai dengan adanya dukungan dan upaya-upaya peningkatan sumber daya pengelola melalui pembinaan-pembinaan dan pelatihan-pelatihan yang dilakukan, namun tidaklah cukup demikian dalam arti kedisiplinan yang masih lemah kemudian dalam proses pengambilan keputusan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul dalam tata kelola pelayanan yang berhubungan langsung dengan penerima manfaat yaitu masyarakat belum sinergis. 

Sifat dari suatu kebutuhan terhadap segmen-segmen yang longgar tidak terakses dan tidak terakumulasi kedalam ruanglingkup kinerja, terbengkalai oleh krangka aturan yang telah baku, yang memusatkan konsentrasi kinerja dalam lingkup tersebut. Kinerja tidak tereksplor dengan baik terkendala dengan anggaran yang terkesan dicukup-cukupkan disertai terbebaninya tanggungjawab untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum.

Sebagai gambaran, terjadinya ketidaksesuaian dalam memanfaatkan sarana-sarana yang tidak diperuntukan, dalam arti konsentrasi tata kelola hanya dilihat dari sudut institusi belaka, tidak terkonsentrasi terhadap masyarakat yang tidak memahami dalam hal tersebut, sehingga masyarakat tertentu memanfaatkan sarana-sarana yang tidak diperkenankan sehingga menimbulkan persoalan. Keadaan ini akan terantisipasi dan terurai melalui produk-produk legislasi yang dijalankan oleh Badan Permusyawaratan Desa.

Dalam hal ini akan adanya gagasan untuk mendongkrak timbulnya pemberdayaan pada masyarakat tersebut, dapat diarahkan kedalam sebuah pengelolaan lembaga/sarana dan prasarana, baik terhadap sarana dan prasarana yang telah ada atau pun sarana/lembaga lembaga baru yang diberdayakan di desa  tersebut dibutuhkan pengelolaan secara maksimal.

Melalui program-program yang dijalankan di tingkat desa tersebut, sebagai upaya untuk mengakselerasi/mempercepatan pembangunan di tingkat desa dalam mensejahterakan masyarakatnya, membutuhkan pengelolaan secara komprehensif, melalui program-program lintas sektor yang dapat dipilih dan disesuaikan dengan keadaan desa tersebut, diantaranya dapat dijalankan melalui badan usaha milik desa yang sebagaian besar belum dapat dimanfaatkan dengan baik.

Beberapa program unggul pilihan yang dapat dijalankan oleh badan usaha milik desa seperti ekonomi mikro, perikanan, pertanian, peternakan, ketahanan pangan, industri kerajinan, pariwisata, koperasi, konveksi, percetakan, perbengkelan, jasa transportasi, jasa service dan lain lain.

Hampir setiap desa telah diberikan kelonggaran dalam pembentukan badan usaha dan secara legalitas pengaktaan badan usaha telah dibantu, melalui dinas terkait pada pemerintah daerah, namun dalam tekhnis pengelolaannya, kelihatan kurang dapat memberikan manfaat yang signipikan terhadap income/penghasilan desa.
Padahal badan usaha milik desa merupakan badan usaha yang sangat strategis dalam upaya meningkatkan pemberdayaan dan kemajuan masyarakat desa.   

Dari tujuannya pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) antara lain :
a.       Meningkatkan pendapatan asli desa dalam rangka meningkatkan kemampuan pemerintah desa dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat;
b.       Mengembangkan potensi perekonomian di wilayah pedesaan untuk mendorong pengembangan dan kemampuan perekonomian masyarakat desa secara keseluruhan;
c.        Mendorong berkembangnya usaha miko sektor informal untuk penyerapan tenaga kerja bagi masyarakat di desa yang terbebas dari pengaruh rentenir;
d.       Menciptakan lapangan kerja;
e.        Mengembangkan potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh desa dan memberikan nilai tambah.

Sebuah manfaat dan keuntungan besar yang tersembunyi dalam tubuh Badan Usaha Milik Desa yang tidak dikelola dengan baik sehingga akhirnya tidak memberikan manfaat apapun untuk desa. Melihat stagnasi kinerja para aparatur desa yang hanya terbatas cukup untuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya saja, terlihat kurang dinamis dalam kinerjanya, bahwa tadi telah dijelaskan, tidak dilakukan eksplorasi terhadap sembilan point yang dapat membuka dan menggali potensi-potensi yang terbengkalai tidak tersentuh.

Sebuah pertanyaan timbul, bahwa, apakah setiap anggaran yang diterima oleh desa, berdasarkan sumber-sumber pendapatan desa itu, yang nota bene diperuntukan untuk mendanai program-program dan pembangunan desa, setiap tahunnya, secara rutin datang dan terserap habis, tanpa membuahkan manfaat lebih lainnya, namun hanya membuahkan hasil yang tertuang dalam lembar pertanggungjawaban saja dalam keadaan cukup? Mudah-mudahan tidak demikian.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar