Oleh : Iwan Mulyana (imul)
Desa
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas batas wilayah, yang
berwenang mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati
dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sumber
sumber pendapatan desa berdasarkan PP Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa Pasal 68
sebagai berikut :
(1) Sumber pendapatan desa terdiri atas :
a.
pendapatan asli desa,
terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan
partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah;
b.
bagi hasil pajak daerah
Kabupaten/Kota paling sedikit 1.0% (sepuluh per seratus) untuk desa dan dari
retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan bagi desa;
c.
bagian dari dana perimbangan
keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling
sedikit 10% (sepuluh per seratus), yang pembagiannya untuk setiap Desa secara
proporsional yang merupakan alokasi dana desa;
d.
bantuan keuangan dari
Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka
pelaksanaan urusan pemerintahan;
e.
hibah dan sumbangan dari
pihak ketiga yang tidak mengikat.
(2) Bantuan keuangan dari
Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud ayat (1) huruf d disalurkan melalui kas desa.
(3) Sumber pendapatan desa
yang telah dimiliki dan dikelola oleh desa tidak dibenarkan diambil alih oleh
pemerintah atau pemerintah daerah.
Tiga
pilar desa sebagai pengendali kebijakan dalam mendongkrak kemajuan yaitu
Pemerintah Desa/Kepala Desa dan Aparat Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) melakukan sinergis dalam
mengolah potensi-potensi dan pembangunan desa melalui arah kebijakan yang jelas
disepakati dan dituangkan dalam krangka
tekhnis berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam
satu kurun waktu pemerintahan yaitu enam tahun, dapat dideskripsi dan
diprediksi bahwa program-program apa saja yang akan dilaksanakan itu, tertuang
dalam Visi Misi Desa serta Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Menengah dan
Pendek desa, memiliki kejelasan bidang-bidang garapan pembangunan selama satu
kurun waktu tersebut.
Kandungan
yang dituangkan baik dalam Visi Misi Desa, RPJP, RPJM dan RKP Desa tentunya
akan memperhatikan beberapa point dasar pendukung dalam perumusan kebijakan,
point tersebut adalah sebagai berikut :
1. Landasan
Hukum Pemerintahan Desa yang terdiri dari :
a.
Pancasila sebagai palsafah bangsa (Landasan Ideal)
b. Undang
Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945
c.
Undang Undang
d. Peraturan
Pemerintah
e.
Permendagri
f.
Peraturan Daerah Propinsi dan
Kabupaten/Kota
g.
Peraturan-peraturan lain yang berlaku.
2. Pemetaan
kewilayahan, luas dan batas batas wilayah, struktur kemasyarakatan dan jumlah
penduduk, potensi-potensi desa dan sarana prasarana baik sarana prasarana
sosial/umum, maupun sarana dan prasarana desa itu sendiri.
3. Daya
dukung terhadap kemajuan desa seperti asset-asset desa yang tersedia dan lain
sebagainya.
4. Kebutuhan
secara makro, ketidak tersediaan apa-apa yang dibutuhkan oleh masyarakatnya
maupun yang dibutuhkan dalam pembangun desa tersebut.
5. Kultur
serta kebiasaan-kebiasaan yang timbul dan tumbuh berkembang dari masyarakat,
oleh masyarakat dan untuk masyarakat tersebut, baik dalam sisi bagaimana
masyarakat tersebut memperoleh penghasilan, berkeluarga, berkelompok dan berorganisasi,
melangsungkan kehidupan beragama dan tingkat partisipasi masyarakat dalam
pembangunan.
6. Sarana
pendidikan dan kesehatan yang tersedia.
7. Keterjangkauan,
pengkoordinasian, akses jalan dan transportasi
8. Lingkungan
Hidup, ketertiban, keindahan, kebersihan dan kesehatan lingkungan.
9. Media
informasi dan tekhnologi.
Penguasaan
tata kerja yang teridentifikasi dan terurai sesuai peraturan dan kebijakan yang
dijalankan cenderung dapat dilaksanakan dengan baik, dalam arti pemanduan yang
dilakukan secara normatif dapat dikuasai dengan adanya dukungan dan upaya-upaya
peningkatan sumber daya pengelola melalui pembinaan-pembinaan dan pelatihan-pelatihan
yang dilakukan, namun tidaklah cukup demikian dalam arti kedisiplinan yang
masih lemah kemudian dalam proses pengambilan keputusan dalam menyelesaikan
persoalan-persoalan yang timbul dalam tata kelola pelayanan yang berhubungan
langsung dengan penerima manfaat yaitu masyarakat belum sinergis.
Sifat
dari suatu kebutuhan terhadap segmen-segmen yang longgar tidak terakses dan
tidak terakumulasi kedalam ruanglingkup kinerja, terbengkalai oleh krangka
aturan yang telah baku, yang memusatkan konsentrasi kinerja dalam lingkup
tersebut. Kinerja tidak tereksplor dengan baik terkendala dengan anggaran yang
terkesan dicukup-cukupkan disertai terbebaninya tanggungjawab untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat secara umum.
Sebagai
gambaran, terjadinya ketidaksesuaian dalam memanfaatkan sarana-sarana yang
tidak diperuntukan, dalam arti konsentrasi tata kelola hanya dilihat dari sudut
institusi belaka, tidak terkonsentrasi terhadap masyarakat yang tidak memahami
dalam hal tersebut, sehingga masyarakat tertentu memanfaatkan sarana-sarana
yang tidak diperkenankan sehingga menimbulkan persoalan. Keadaan ini akan terantisipasi
dan terurai melalui produk-produk legislasi yang dijalankan oleh Badan
Permusyawaratan Desa.
Dalam
hal ini akan adanya gagasan untuk mendongkrak timbulnya pemberdayaan pada
masyarakat tersebut, dapat diarahkan kedalam sebuah pengelolaan lembaga/sarana
dan prasarana, baik terhadap sarana dan prasarana yang telah ada atau pun
sarana/lembaga lembaga baru yang diberdayakan di desa tersebut dibutuhkan pengelolaan secara
maksimal.
Melalui program-program
yang dijalankan di tingkat desa tersebut, sebagai upaya untuk mengakselerasi/mempercepatan
pembangunan di tingkat desa dalam mensejahterakan masyarakatnya, membutuhkan
pengelolaan secara komprehensif, melalui program-program lintas sektor yang
dapat dipilih dan disesuaikan dengan keadaan desa tersebut, diantaranya dapat
dijalankan melalui badan usaha milik desa yang sebagaian besar belum dapat dimanfaatkan
dengan baik.
Beberapa program
unggul pilihan yang dapat dijalankan oleh badan usaha milik desa seperti
ekonomi mikro, perikanan, pertanian, peternakan, ketahanan pangan, industri
kerajinan, pariwisata, koperasi, konveksi, percetakan, perbengkelan, jasa
transportasi, jasa service dan lain lain.
Hampir setiap
desa telah diberikan kelonggaran dalam pembentukan badan usaha dan secara
legalitas pengaktaan badan usaha telah dibantu, melalui dinas terkait pada pemerintah
daerah, namun dalam tekhnis pengelolaannya, kelihatan kurang dapat memberikan
manfaat yang signipikan terhadap income/penghasilan desa.
Padahal badan
usaha milik desa merupakan badan usaha yang sangat strategis dalam upaya
meningkatkan pemberdayaan dan kemajuan masyarakat desa.
Dari tujuannya
pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) antara lain :
a.
Meningkatkan pendapatan asli desa dalam
rangka meningkatkan kemampuan pemerintah desa dalam penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat;
b.
Mengembangkan potensi perekonomian di
wilayah pedesaan untuk mendorong pengembangan dan kemampuan perekonomian
masyarakat desa secara keseluruhan;
c.
Mendorong berkembangnya usaha miko
sektor informal untuk penyerapan tenaga kerja bagi masyarakat di desa yang
terbebas dari pengaruh rentenir;
d.
Menciptakan lapangan kerja;
e.
Mengembangkan potensi sumber daya alam
yang dimiliki oleh desa dan memberikan nilai tambah.
Sebuah
manfaat dan keuntungan besar yang tersembunyi dalam tubuh Badan Usaha Milik
Desa yang tidak dikelola dengan baik sehingga akhirnya tidak memberikan manfaat
apapun untuk desa. Melihat stagnasi kinerja para aparatur desa yang hanya
terbatas cukup untuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya saja, terlihat
kurang dinamis dalam kinerjanya, bahwa tadi telah dijelaskan, tidak dilakukan
eksplorasi terhadap sembilan point yang dapat membuka dan menggali potensi-potensi
yang terbengkalai tidak tersentuh.
Sebuah
pertanyaan timbul, bahwa, apakah setiap anggaran yang diterima oleh desa,
berdasarkan sumber-sumber pendapatan desa itu, yang nota bene diperuntukan
untuk mendanai program-program dan pembangunan desa, setiap tahunnya, secara
rutin datang dan terserap habis, tanpa membuahkan manfaat lebih lainnya, namun
hanya membuahkan hasil yang tertuang dalam lembar pertanggungjawaban saja dalam
keadaan cukup? Mudah-mudahan tidak demikian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar